Rahmi Sofiarini
5 min readOct 8, 2021

Inside Pasar Ikan: disain bangunan pasar untuk kebutuhan siapa ?

Pasokan ikan laut penduduk Kota Mataram tidak hanya berasal dari kampung-kampung nelayan di seputar Kota Mataram seperti pantai Ampenan, Pondok Perasi dan Meninting, namun juga berasal dari kampung nelayan wilayah Kabupaten Lombok Barat yang dekat dengan Kota Mataram seperti Pantai Kuranji dan Batu layar. Jumlah pasokan ikan laut dari nelayan-nelayan tersebut relative kecil untuk memenuhi kebutuhan ikan laut penduduk dan resortan serta hotel yang ada di Kota Mataram dan kawasan wisata Senggigi. Pasokan ikan laut lebih yang besar berasal dari pelabuhan ikan di Labuhan Lombok dan Tanjung Luar di Kabupaten Lombok Timur.

Menurut rantai perdagangan ikan laut di Pulau Lombok, Ikan laut baik berupa ikan segar maupun ikan beku ( cold storage ikan laut ada di Labuhan Lombok dan Tanjung Luar) masuk ke Pasar Kebon Roek dan dari sana akan menyebar ke pasar-pasar yang ada disekeliling Kota Mataram, seperti pasar ACC, pasar Pagesangan, Pasar Dasan Agung, Pasar Karang Jasi, Pasar Sindu, Pasar Cakranegara, Pasar Pagutan dan lainnya. Para pedagang ikan dari pasar-pasar kecil akan datang ke Pasar Kebon Roek untuk membeli guna dijual kembali atau sebagai penendak ikan. Guna memfasilitasi perdagangan ikan laut tersebut dibangunlah pasar ikan dengan konsep higienis bersebelahan dengan pasar sayur dan pangan di kompleks Pasar Kebon Roek saat ini. Namun pasar ikan higieneis hanya sempat operasional dalam waktu yang sangat singkat lalu mangkrak, tidak berfungsi hingga saat ini.

Pasar ikan berkonsep higienis tersebut berupa bangunan gedung kokok berlantai dua. Pada saat berfungsi sesaat setelah diresmikan saya pun sempat berbelanja kesana. Bangunan pasar berupa gedung tertutup dengan ventilasi yang kurang. Pada siang hari di dalam bangunan tersebut tidak ada pencahayaan dari luar bangunan, pencahayaan hanya mengandalkan jika lampu tenaga listrik dinyalakan. Sebagai pembelipun saya merasa tidak nyaman dan ternyata tak berapa lama kemudian bangunan pasar tersebut ditinggalkan pedagang (alasan persis mengapa ditinggalkan saya tidak tahu). Yang tertinggal adalah pedagang ikan yang masih berjualan di bagian belakang pasar sayur dengan kondisi pasar yang becek dan tidak nyaman namun tetap dikunjungi pembeli karena kebutuhan akan memdapatkan ikan laut.

Eh ternyata , para pedagang ikan laut tersebut berpindah ke pasar ikan di wilayah sekitar Bintaro, di jalan raya Senggigi persisnya berseberangan dengan lokasi kuburan cina, beroperasi pagi hari sekitar 2–3 jam , mulai jam 5- 7.30 pagi .

Pasar ikan tersebut terletak disebidang tanah seluas kira-kira 6–10 are, Bangunan pasar sangat sederhana, bangunan terdiri atas beberapa petak di sisi kiri dan kanan lahan dengan lantai diperkeras semen, tiang kayu, beratapkan seng, dan ruang kosong yang lumayan luas ditengah, antara banguna petak-petak disisi kiri dan kanan tersebut. Ada fasilitas air dalam bentuk drum dan kran disetiap petak namun tidak terdapat saluran air pembuangan air limbah.

Para pedaganag ikan yang menempati petak –petak membawa barang dagangan mereka menggunakan roda empa terbuka, menurunkan barang di petak dan memarkir kendaaraannya di bagian ujung belakang lahan bagian belakang atau disamping bangunan petak-petak. Ikan laut baik yang beku atau segar digelar diatas lantai beralaskan plastic tebal atau terpal atau masih dalam container clorofoam. Hanya ada satu pedagang yang menggelar jualannya menggunakan semacam meja yang berlokasi di areal masuk lahan pasar.

Karena jumlah petak –petak terbatas, maka pedagang yang tidak bisa masuk dipetak menggelar dagangannya di ruang yang seharusnya menjadi tempat bergerak barang atau pembeli, d ruang bagian tengah antara petak sisi dan kanan tersebut. Akibatnya ruang gerak barang dan pembeli pun menjadi sempit dan menumpuk. Nah pedagang pun cenderung tidak mau masuk ke areal pasar yang lebih belakang, cenderung menumpuk duduk berjualan dibagian akses masuk ke pasar. Mereka umumnya meletakkan ikan laut dengan wadah ember plastic bundar. Akibatnya areal pasar khususnya dibagian akses masuk menjadi menumpuk oleh pedagang dan pembeli. Areal ini cenderung menjadi pilihan karena memudahkan para pedagang yang meletakan barang dagangan dari kendaraan angkut dan memudahkan juga para pembeli/penendak untuk mengangkut kembali barang yang telah dibeli. Areal akses masuk juga di kerumi oleh pedagang ikan rebus atau pindang dan transaksi jual beli pun untuk ikan jenis ini hanya terjadi dipinggiran luar areal pasar tersebut.

Trotoar jalan menuju areal pasar dipakai para penendak yang telah mendapatkan barang dagangan untuk mengemas ikan yang baru saja dibeli, misalnya untuk memilihan-milah dan mengemas ikan dalam bentuk bungkusan kecil-kecil sambil menunggu alat angkut umum seperti cidomo atao ojek kendaraan roda dua, untuk mengangkut jualan mereka menuju pasar loaksi berjualan. Trotoar jalan ini juga menjadi tempat menggelar dagangan khususnya ikan laut yang telah di rebus atau ikan pindang, transaksi dilakukan disana dan kemudian barang dagangan diangkut kembali menuju pasar berikutnya.

Sistem jual beli yang berlangsung umumnya penjualan dalam bentuk satuan berat dengan menentukan harga satuan kiloan. Sertiap pedagang membawa sendiri alat timbang digital dengan kapasitas ratusan kilogram. Pedagang dengan jumlah barang dagangan dengan volume besar terutama pedagang yang menempati bangunan petak-petak memiliki beberapa bawahan yang bertugas menggelar, mengangkat ikan, menjajakan dan menimbang ikan dan si pemilik yang berposisi “bos” hanya menerima pembayaran dan melakukan pencatatan barang yang terjual. Sedangkan pedagang ikan dengan wadah ember plastic bundar, umumnya menjual ikan yang berasal dari pantai sekitar atau membeli dari pedagang besar yang ada dipasar yang sama dan menjual dengan system “borongan” berdasarkan satuan ember tersebut.

Jumlah pembeli individual seperti saya nampaknya semakin banyak karena harga yang jauh lebih murah jika membeli dipasar yang yang dijual pedagang yang membeli disana maka muncullah jasa pembersihan ikan ( membersihkan dan potong ikan sesuai keinginan seperti dipilet atau di potong kecil atau dibelah) Para penjaja jasa pembersih ikan berkelompok terdiri 3–4 orang duduk dibawah sebua pohon dekat pagar pembatas lahan pasar dekat areal parkir kendaraan roda dua sebagai ruang kerja seadanya

Bermodalkan talenna, pisau tajam, air dalam ember, mereka duduk diatas bangku kecil untuk membersihkan ikan para pembeli individual. Ruang kerja mereka bisa dikatakan kurang higienis dan tidak nyaman namun itulah yang tersedia. Tarif jasa pembersih tergantung besar dan berat ikan dan pennguna jasa duduk berasalkan bangku kecil atau berdiri untuk menungu gantian dan harus antri untuk mendapatkan giliran jasa pembersih ikan.

Membandingkan bangunan pasar ikan sederhana yang berfungsi dan bangunan pasar higienis yang mangkrak, pertanyaan yang muncul adalah apakah para perancang bangunan pasar ikan melakukan survey tentang bangunan pasar yang dibutuhkan oleh para pedagang dan pembeli sebelum merancang bangunan pasar ikan? Jika dilihat jenis bangunan pasar ikan yang berfurngsi sangat sederhana, berupa ruang terbuka, bukan bangunan tertutup dan gelap seperti yang mangkrak. Nah jika pemerintah ingin membangun pasar ikan laut yang nyaman bagi pedagang dan pembeli serta kondisi ikan yang tetap sehat dan berkualitas maka perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

  • Disain bangunan pasar, yang diperlukan adalah disain bangunan yang terbuka dan sederhana, bisa melindungi pedagang, pembeli dan barang dagangan/ikan laut dari panas dan hujan, pencahayaan yang cukup dan bisa menjamin higienitas barang dagangan.
  • -Arus dan akses masuk dan keluar barang, bongkar dan angkut barang, pergerakan barang dan manusia (pedagang dan pembeli) sangat perlu dimasukan saat mengembangkan sebuah disain pasar, walau pasar operasional beberapa jam, agar nyaman dan menyenangkan.
  • Keberadaan jasa pembersih ikan perlu mendapatkan ruang yang menjadi bagian tak terpisahkan dari pasar tersebut.
  • Ketersediaan sarana dan prasarana air menjadi keharusan agar pasar tetap bersih dan ikan laut tetap terjaga kualitas serta aliran limbah air.
  • Areal parkir kendaraan pedagang dan pembeli.
  • Perlu pengelola pasar yang tegas dalam mengatur pergerakan manusia dan barang agar berbelaja ikan menjadi kegiatan yang menyenangkan dan nyaman.

Ikan laut kebutuhan hidup esensial, untuk memjual dan membelinya perlu lingkungan yang nyaman agar kegiatan jual beli ikan laut menjadi kegaiatan rekreasi .